Keteladanan Yesus sebagai Gembala yang Baik

“Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.” – Yohanes 10 : 11

Nababan Berdoa
Nababan Berdoa

SETIAP orang dari kita adalah pemimpin, minimal menjadi pemimpin bagi diri sendiri. Kalau dalam memimpin diri kita sendiri kita tidak mampu, bagaimana mungkin kita bisa memimpin orang lain dalam lingkup yang kecil saja, misalnya keluarga. Kalau sudah berhasil dalam memimpin keluarga maka kita akan bergerak untuk memimpin kelompok organisasi, perkumpulan di lingkungan tempat tinggal kita, memimpin mahasiswa atau menjadi pemimpin untuk sebuah kota.

Menjadi pemimpin sebuah kota, kabupaten, provinsi atau terpilih menjadi pemimpin sebuah negara tidak mudah. Perlu proses dan persiapan yang matang. Kalau seorang pemimpin yang ketika mau duduk melakukan cara-cara tidak benar (money politic), maka seleksi alam akan berlaku. Pemimpin tersebut tidak akan maksimal dalam bekerja dan orientasinya adalah uang.

Dari pengalaman yang ada, banyak pemimpin di negeri ini justru tidak menjadi contoh bagi yang dipimpinnya. Pemimpin seperti ini lebih layak disebut pemimpi. Pemimpi yang bermimpi menjadi pemimpin tapi tidak punya dasar yang kuat untuk menjadi seorang pemimpin yang melayani. Pemimpin yang benar-benar memberi contoh kepada masyarakat.

Yang terjadi belakangan ini adalah, banyak orang untuk menjadi pemimpin dengan menghalalkan segala cara. Mulai dari ‘menabur’ uang pada rakyat, mendatangi dukun, menyembah berhala dan menduakan Tuhan. Akibatnya, ketika terpilih menjadi pemimpin, yang pertama kali dipikirkan adalah bagaimana caranya untuk mengembalikan uang yang telah habis digunakan untuk kampanye, spanduk dan uang ’hangus’ lainnya. Mungkin di tahun pertama, sang pemimpi yang menjadi pemimpin tadi menunjukkan itikad baik dulu dihadapan masyarakat yang dipimpinnya.

Tahun kedua, mulai mencari cara untuk mengambil keuntungan alias korupsi. Tahun ketiga malah makin rakus, tahun keempat mulai mereda dan tahun kelima kembali menabur pesona agar bisa terpilih kembali pada periode berikutnya. Begitu terus sampai akhir masa jabatan. Ketika terungkap melakukan penyelewengan dana, yang didapat adalah masuk penjara atau bunuh diri dari pada menahan rasa malu.

Menjadi pemimpin yang melayani, ada beberapa hal yang perlu diketahui. Pertama, pemimpin harus berani berkorban demi orang-orang yang dipimpinnya. Pemimpin sejati bukan mengambil keuntungan dari orang-orang yang dipimpinnya, sebaliknya pemimpin memberi, bahkan rela berkorban demi orang-orang yang dipimpinnya. Yesus sendiri mematok harga mati bagi seorang pemimpin. ”Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya.”

Apakah dalam kehidupan sehari-hari Anda rela berkorban demi orang-orang yang Anda pimpin ? Kualitas kepemimpinan Anda yang sebenarnya akan terlihat dari hal itu. Anda selaku pemimpin dalam rumah tangga apakah mau berkorban demi isteri dan anak-anak ?

Kedua, tidak ada keberhasilan bagi seorang pemimpin tanpa sebuah pengorbanan. Karena, dalam hidup ini tidak ada keberhasilan yang bisa dicapai dengan cara mudah. Semuanya butuh harga tersendiri. Semakin besar keberhasilan yang ingin kita capai, berarti semakin besar harga yang harus kita bayar untuk mendapatkannya. Beranikah Anda melakukan pengorbanan untuk meraih sebuah keberhasilan bersama-sama ? Seperti halnya tanpa salib tidak ada kemuliaan, demikian juga tanpa pengorbanan tidak ada keberhasilan.

Ketiga, semakin besar dan luas area kepemimpinan Anda berarti semakin besar pula pengorbanan yang harus Anda lakukan. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin. Dan, kita semua berhak memimpin sejauh kita bersedia berkorban untuk orang-orang yang kita pimpin. Lantas, bagaimana dengan pemimpin-pemimpin yang ada sekarang ? Apakah mereka benar-benar mau berkorban untuk orang-orang yang dipimpinnya ?

Atau, mereka menjadi pemimpin karena bermimpi dan mencoba meraihnya dengan berbagai cara. Kalau hal ini yang Anda lakukan, lebih baik koreksi diri dulu apakah benar-benar Tuhan mengizinkan kita maju menjadi pemimpin atau hanya karena keinginan yang menggebu-gebu saja tanpa mau berkorban ? Mintalah selalu petunjuk dari Tuhan, apakah Anda benar-benar ingin menjadi pemimpin atau hanya menjadi pemimpi?

Yesus berbicara tentang domba dan gembala untuk mengajar orang-orang mengenai diri-Nya. “Aku adalah Gembala yang baik,” Yesus berkata kepada orang-orang itu. Tentu saja Yesus menceritakan kepada mereka bahwa Ia adalah pemimpin mereka, dan mereka adalah pengikut-Nya.

Gembala yang baik adalah gembala yang mengenal domba mereka. Seorang gembala yang baik mengenal setiap domba melalui namanya, dan mengetahui bagaimana dombanya bertingkah laku. Domba-domba mengenal gembala mereka juga. Mereka mengetahui apa yang akan Ia katakan dan lakukan. Yang terbaik dari semua itu, gembala dan domba-Nya mengasihi satu dengan yang lain. Seperti itulah adanya Yesus, Sang Gembala yang baik. Ia mengenal kita melalui nama dan mengetahui semua tentang kita. Ia mengasihi kita dan menginginkan kita untuk mengasihi-Nya juga.

Ketika gembala membawa domba-Nya ke suatu tempat, Ia tidak memaksa mereka. Ia berjalan di depan mereka dan mereka mengikuti-Nya. Domba akan mengikuti gembala, tetapi mereka tidak akan mengikuti seorang yang asing. Seperti itulah berjalan bersama Yesus. Ia tidak memaksa kita, tetapi memimpin kita. Ia berjalan sebagai teladan kita.

Gembala yang baik menjadi gambaran tentang seorang pemimpin yang baik, yang mau melayani dan memberikan teladan kepada pengikut-Nya. Pemimpin yang baik akan rela berkorban demi untuk kesejahteraan masyarakat yang dipimpinnya dan menjadi panutan bagi masyarakatnya. Amin. (Ana)

Satu pemikiran pada “Keteladanan Yesus sebagai Gembala yang Baik

Berikan Saran dan Informasi anda di Situs Nababan ini ....terimakasih

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.